×
العربية english francais русский Deutsch فارسى اندونيسي اردو

Permintaan Formulir Fatwa

Captcha yang salah

Fatwa / Solat / Hukum Mengakhirkan Shalat Isya’ dan Zhuhur Dari Awal Waktunya

Views:4478

Syaikh Prof. Dr. Khalid Mushlih -hafidzahullah-, Assalamu’alaikum Warah-matullahi Wabarakatuhu. Amma ba’du. Saya mengharapkan jawaban hukum mengakhirkan shalat Isya’ dan Zhuhur dari awal waktunya, apakah hukumnya boleh atau tidak? Barakallahu fikum wa jazakumullah khairan.

حكم تأخير صلاتي العشاء والظهر عن أول الوقت

Menjawab

Syaikh Prof. Dr. Khalid Mushlih -hafidzahullah-, Assalamu’alaikum Warah-matullahi Wabarakatuhu. Amma ba’du. Saya mengharapkan jawaban hukum mengakhirkan shalat Isya’ dan Zhuhur dari awal waktunya, apakah hukumnya boleh atau tidak? Barakallahu fikum wa jazakumullah khairan.
Jawaban:
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya.
Wa ‘Alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuhu
Amma ba’du,
Berkenaan dengan pertanyaan Anda tentang hukum mengakhirkan shalat isya’ dan dhuhur, maka saya jawab bahwa tidak ada perselisihan di kalangan ulama atas sahnya shalat fardhu selama dikerjakan pada waktunya. Baik shalat tersebut dikerjakan pada awal waktu, pertengahan atau pada akhir waktu. Hal ini berdasarkan firman Allah : { إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا }
 “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An Nisa : 103)
Akan tetapi, yang paling afdhal adalah mengerjakan shalat fardhu di awal waktu. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud dalam Shahihain, ketika Nabi  ditanya: “Amalan apa yang paling dicintai oleh Allah Azza wa Jalla ?” maka beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Shalat tepat pada waktunya.” (HR. Bukhari no. 527, dan Muslim no. 85).
Maksud shalat tepat pada waktunya adalah shalat di awal waktunya. Ini berlaku bagi semua shalat fardhu.
Namun para ulama berselisih pendapat mengenai waktu yang afdhal untuk mengerjakan shalat Isya’. Jumhur ulama dari madzhab Hanafi dan Hanbali serta selain mereka berpendapat, bahwa mengakhirkan shalat isya’ hingga sepertiga malam hukumnya mustahab (dianjurkan), bersandar pada hadits yang tercantum dalam Shahihain dan kitab lainnya, yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat.
Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan imam Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha: “Pada suatu malam Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak keluar dari rumahnya hingga tengah malam. Bahkan orang-orang yang ada di masjid sampai tertidur (menunggu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam). Kemudian akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar rumah untuk melaksanakan shalat (isya’). Beliau bersabda: “Sesungguhnya waktu ini adalah waktunya (yaitu waktu terbaik shalat Isya’) seandainya hal tersebut tidak menyusahkan ummatku.”
Hadits yang lain adalah yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu dalam Shahih Bukhari dan Muslim: “Pada suatu malam Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak keluar dari rumahnya hingga para sahabatnya tertidur (menunggu beliau). Kemudian akhirnya beliau keluar dari rumahnya, dan bersabda: “Jikalau tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka mengerjakan shalat ‘Isya pada waktu seperti sekarang ini.” (HR. Bukhari no. 571, dan Muslim no. 642).
Maka, berdasarkan sabda beliau ini, waktu yang paling afdhal untuk mengerjakan shalat isya’ adalah dikerjakan setelah berlalunya sepertiga malam pertama, jika hal ini tidak merepotkan bagi kaum muslimin.
Adapun mengakhirkan shalat zhuhur hingga sebelum masuk waktu shalat ashar, jumhur ulama berpendapat bahwa yang paling afdhal adalah mengerjakannya di awal waktu. Kecuali di hari yang sangat panas, maka boleh mengerjakannya (mengakhir-kannya) hingga suhu udara agak dingin sebelum masuk waktu ashar.
Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata : “pada suatu hari, muadzin Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengumandangkan adzan. Kemudian beliau berkata kepadanya : “abrid, abrid (dinginkanlah),” maksudnya: tunggulah, tunggulah. Kemudian beliau bersabda: “Suhu yang sangat panas merupakan hawa panas Jahannam. Maka jika suhu sangat panas, tunggulah hingga agak dingin, lalu kerjakanlah shalat.” (HR. Bukhari no. 535, dan Muslim no. 616).
Dan masih banyak lagi hadits dengan makna serupa yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhumaa.
Di antara hal yang harus diperhatikan, bahwa rujukan kita dalam penetapan waktu shalat adalah Kementrian Urusan Islam, Wakaf, Dakwah dan Irsyad (Kementrian Agama –ed). Karena merekalah yang ahli dalam hal ini, menerapkan sesuai dengan sunnah, dan memahami apa yang menjadi maslahat bagi kaum muslimin, baik itu mengakhirkan waktu shalat atau menetapkannya di awal waktu.
Sebagaimana yang tercantum dalam hadits riwayat Jabir Radhiyallahu ‘Anhu dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Jabir Radhiyallahu ‘Anhu berkata tentang waktu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam mengerjakan shalat isya’: “Jika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat kaum muslimin telah berkumpul, maka shalat isya’ terkadang disegerakan. Namun, jika beliau melihat kaum muslimin belum berkumpul, maka beliau mengakhirkannya.” (HR. Bukhari no. 560, dan Muslim no. 646).
Inilah ajaran pokok bagaimana mengatur hal-hal yang menjadi maslahat bagi kaum muslimin dan meminimalisir kepayahan yang mereka rasakan.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita taufik untuk mengerjakan kebaikan.


Anggota Majelis Fatwa wilayah Qasim
Prof. Dr. Khalid Al-Muslih



×

Apakah Anda benar-benar ingin menghapus item yang sudah Anda kunjungi?

Ya, Hapus