Keutamaan puasa Asyura dan perkara-perkara yang wajib dilakukan oleh seorang muslim di dalamnya.
فضل صيام يوم عاشوراء وما يجب على المسلم فيها
Keutamaan puasa Asyura dan perkara-perkara yang wajib dilakukan oleh seorang muslim di dalamnya.
فضل صيام يوم عاشوراء وما يجب على المسلم فيها
Menjawab
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rabb semesta alam. Shalawat, salam, dan keberkahan semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarganya, dan para shahabatnya. Amma ba'du:
Dengan memohon taufik kepada Allah Ta'ala kami akan menjawab pertanyaanmu, kami katakan:
Keutamaan bulan Muharram sangat masyhur dan nampak, yaitu keutamaan khusus dan keutamaan umum.
Keutamaan khusus yang membedakan bulan Muharram dengan bulan-bulan lainnya adalah bahwa Allah Ta'ala menisbatkan bulan itu kepada Dzat-Nya. Di dalam Ash-Shahih disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallamketika ditanya tentang puasa yang lebih afdhal setelah puasa Ramadhan, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, "Bulan Allah Ta'ala Al-Muharram." Tidak ada satu bulan pun yang Allah Ta'ala nisbatkan pada Dzat-Nya kecuali bulan ini. Ini adalah keutamaan khusus yang ada pada bulan Muharram. Keutamaan khusus yang ada pada bulan ini mengharuskan kita untuk memperhatikannya. Karena sesungguhnya hal-hal yang Allah Ta'ala nisbatkan kepada Dzat-Nya seperti bulan, waktu, permisalan, dan perorangan Dia nisbatkan untuk pemuliaan. Apabila sesuatu yang dinisbatkan itu dari kalangan para makhluk, maka penisbatannya kepada Allah Ta'ala adalah penisbatan pemuliaan seperti unta Allah Ta'ala, rumah Allah Ta'ala, dan lain sebagainya. Jadi ini adalah kekhususan yang istimewa bagi bulan Muharram.
Adapun keutamaan umum, maka sesungguhnya bulan Muharram termasuk di antara bulan-bulan Haram yang Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentangnya:
﴿مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ﴾ [التوبة:36]
Artinya: "Di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu." (QS. At-Taubah: 36).
Salah satu dari dua pendapat para ulama tentang firman Allah Ta'ala:
﴿فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ﴾ [التوبة:36]
Artinya: "Maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu." (QS. At-Taubah: 36);
bahwasanya dhamir (kata ganti) itu kembali kepada bulan-bulan haram. Kezhaliman dilarang di setiap kondisi, di setiap waktu, dan di setiap keadaan. Akan tetapi Allah Ta'ala mengkhususkan larangan berbuat zhalim di bulan-bulanitu karena bulan-bulan itu diagungkan. Hal-hal yang Allah Ta'ala agungkan wajib kita agungkan dan lebih kita jaga.
Demikian juga, di antara kekhususan-kekhususan yang menjadikan bulan ini begitu istimewa adalah kekhususan-kekhususan amaliyah. Yaitu bahwa bulan Muharram termasuk di antara bulan-bulan yang dianjurkan untuk dipuasakan; karena sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallamketika ditanya tentangpuasa yang lebih afdhal setelah puasa Ramadhan, beliau bersabda, "Bulan Allah Ta'ala Al-Muharram." Tidak ada riwayat dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau menyempurnakan puasa satu bulan penuh selain bulan Ramadhan. Akan tetapi puasa Asyura adalah puasa yang paling banyak diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari segi keutamaan dan penganjurannya. Adapun dari segi pengamalan, maka puasa yang paling banyak dilakukan oleh beliau adalah di bulan Sya'ban.
Aku mengkhususkan keutamaan yang ada pada bulan ini, yaitu puasa hari kesepuluh darinya. Disebutkan dalam Ash-Shahih dari hadits Abu Qatadah Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ditanya tentang puasa hari Asyura. Beliau bersabda:
"أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ."
"Aku berharap kepada Allah Ta'ala agar menghapus (dosa-dosa) tahun yang lalu."
Demikian juga disebutkan di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak berpuasa satu hari yang beliau harapkan keutamaannya selain hari itu. Yaitu hari Asyura. Itu adalah hari yang dahulu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu mengharapkan keutamaannya. Jadi hari Asyura adalah hari yang paling khusus dari sisi penganjuran puasa.
Di awal kedatangan Islam puasa Asyura hukumnya wajib. Akan tetapi kewajiban itu dinasakh dengan kewajiban puasa bulan Ramadhan, namun setelah itu dia tetap dianjurkan bagi umat Islam. Jadi puasa Asyura adalah perkara yang disepakati dari sisi penganjuran dan keutamaan; dan itulah tingkatan yang paling rendah dalam puasa Muharram, yaitu puasa di hari Asyura untuk memperoleh keutamaan khusus tersebut. Akan tetapi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menganjurkan agar berpuasa satu hari sebelumnya ketika beliau didatangi oleh para shahabat Radhiyallahu Anhum. Mereka berkata, "Hari Asyura adalah hari yang diagung-agungkan oleh orang-orang Yahudi." Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Seandainya aku masih hidup sampai tahun berikutnya, pasti aku benar-benar akan berpuasa di hari kesembilan." Itu menunjukkan bahwa seyogiyanya menambahkan satu hari pada puasa Asyura lantaran beberapa faedah:
Pertama, mewujudkan apa yang telah ditekadkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Kedua, menyelisihi orang-orang Yahudi dan orang-orang yang mengagungkan hari tersebut; karena menyelisihi orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani termasuk dari pokok-pokok pensyariatan. Itu harus selalu diperhatikan dalam banyak aspek, apalagi jika itu mungkin untuk dilakukan. Dalam ibadah ini tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi antaranya dan antara seseorang.
Ketiga, mewujudkan keutamaan puasa bulan Muharram; karena sesungguhnya puasa bulan Muharram diutamakan atas bulan-bulan lainnya.
Keempat, sesungguhnya barangsiapa yang berpuasa satu hari karena Allah Ta'ala, sebagaimana yang disebutkan dalam Ash-Shahih dari hadits Abu Sa'id Radhiyallahu Anhu, niscaya Allah Ta'ala akan menjauhkan antaranya dan antara api neraka sejarak tujuh puluh tahun (perjalanan). Jadi puasa Asyura itu akan menghasilkan pahala dan keutamaan.
Adapun puasa satu hari setelahnya, maka hal itu telah disebutkan oleh sebuah hadits dalam Musnad Al-Imam Ahmad, namun di dalam hadits itu terdapat kekeliruan. Yaitu:
"صُوْمُوْا يَوْماً قَبْلَهُ أَوْ يَوْماً بَعْدَهُ."
"Berpuasalah kalian satu hari sebelumnya atau satu hari setelahnya."
Akan tetapi lafazh yang benar tanpa ada keraguan dan perselisihan dalam ketetapannya adalah keutamaan berpuasa hari Asyura lalu menambahnya dengan satu hari sebelumnya, yaitu hari kesembilan.
Sebagian ulama menyebutkan tingkatan ketiga, dan menjadikannya sebagai tingkatan yang paling utama, yaitu berpuasa satu hari sebelumnya dan satu hari setelahnya. Itu sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Hafizh Ibnu Al-Qayyim Rahimahumallah. Akan tetapi pendapat itu tidak dilandasi oleh dalil yang jelas. Namun barangsiapa yang ingin berpuasa pada hari kesebelas karena dia ingin menyempurnakan puasa tiga hari dari setiap bulan, atau karena dia ingin memperbanyak puasa di bulan Muharram, atau karena dia ingin berjaga-jaga seandainya terjadi perselisihan dalam maju mundur masuknya awal bulan sehingga dia berpuasa satu hari setelahnya, maka itu adalah perkara yang luas insya Allah Ta'ala.
Seandainya dia hanya berpuasa di hari kesepuluh, maka puasanya maqbul (diterima), berpahala dan tidak makruh. Hal tersebut telah dinyatakan oleh sekelompok ulama di antaranya Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan yang lainnya; dan sesungguhnya tidak makruh berpuasa hanya di hari kesepuluh.
Pada tahun ini, puasa hari kesepuluh bertepatan dengan hari Sabtu, makadisini kita akan membahas satu permasalahan penting yang bersandar kepada hadits dha'if. Yaitu hadits yang telah diriwayatkan oleh Khamsah (Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa`i, Ibnu Majah, dan Ahmad Pent) dari hadits Ash-Shamma` bintu Busr Radhiyallahu Anha, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"لَا تَصُوْمُوْا يَوْمَ السَّبْتِ إِلَّا فِيْمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ، وَلَوْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلَّا لِحَاءَ عِنَبٍ أَوْ شَجَرٍ فَلْيُفْطِرْ عَلَيْهِ." وَفِيْ رِوَايَةٍ: "فَلْيَمْضَغْهُ."
"Janganlah kalian berpuasa di hari sabtu kecuali pada puasa yang diwajibkan atas kalian. Seandainya salah seorang kalian tidak mendapatkan kecuali tandan anggur atau pohon, maka hendaknya dia berbuka dengannya." Di dalam riwayat yang lain: "maka hendaknya dia mengunyahnya."
Hadits tersebut mudhtharib (guncang) dari sisi sanadnya, sebagaimana dia juga dha'if dari sisi matannya; karena dia menyelisihi hadits-hadits shahih yang masyhur yang di dalamnya terdapat izin untuk berpuasa di hari Sabtu jika diiringi dengan hari yang sebelumnya. Bahkan di dalamnya terdapat izin untuk berpuasa di hari Sabtu tanpa diiringi dengan hari yang sebelumnya atau hari yang setelahnya.
Selanjutnya, zhahir hadits itu menunjukkan bahwa tidak boleh mempuasakannya kecuali untuk puasa wajib. Pendapat ini tidak dikatakan oleh seorang pun. Sampai pun orang-orang yang memakruhkan atau mengharamkan puasa hari Sabtu, mereka memakruhkan dan mengharamkannya apabila dipuasakan sendirian. Adapun jika hari itu dipuasakan bersamaan dengan hari yang lainnya, seperti puasa hari Jum'at dan hari Sabtu, atau puasa hari Sabtu dan hari Ahad, maka mereka tidak memasukkannya dalam zhahir hadits tersebut.
Apabila hari kesepuluh itu bertetapan dengan hari Sabtu, maka yang lebih afdhal adalah berpuasa di hari Jum'at dan hari Sabtu.