×
العربية english francais русский Deutsch فارسى اندونيسي اردو

Permintaan Formulir Fatwa

Captcha yang salah

Fatwa / مناسك الحج والعمرة / Safar untuk ibadah haji tanpa mahram

Views:2509
- Aa +

Umurku dua puluh enam tahun dan aku berkeinginan untuk pergi haji bersama ibu dari suamiku bersama dengan sekelompok orang dari negara kami dengan mengendarai bus, dan ini adalah haji pertama untukku, maka apa hukum hajiku yang tanpa mahram dan haji mertuaku, perlu menjadi pertimbangan bahwa kelompok hajiku adalah orang-orang yang amanah insya Allah.

السفر للحج بدون محرم

Menjawab

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Segala puji hanya milik Allah, shalawat, salam dan keberkahan atas Rasulullah, beserta keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du.

Jumhur ahli ilmu berpendapat, bahwa tidak diperkenankan bagi seorang perempuan berpergian dengan tanpa mahram, baik untuk kepentingan ibadah haji atau lainnya, berdasarkan dalil yang ada dalam Ash Shahihain dari hadits Ibnu Abbas –semoga Allah meridlai keduanya- berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

((لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا تُسَافِرِ امْرَأَةٌ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ)).
Artinya :”Tidak boleh seorang laki-laki menyendiri dengan seorang perempuan melainkan dengan mahramnya, dan janganlah seorang perempuan berpergian kecuali dengan mahramnya”.

Dan juga hadits-hadits Nabi lainnya yang terdapat di dalamnya pengharaman safarnya perempuan dengan tanpa mahram, dengan tanpa pengkhususan safar yang ini dari yang itu; maka termasuk di dalamnya safar untuk ibadah haji; oleh karenanya sahabat Nabi bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika mendengar ucapan beliau ini, dia berkata sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas :”Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku keluar untuk pergi haji, sedangkan aku tercatat dalam perang ini dan itu”, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :”Pergilah, dan berhajilah bersama isterimu!”

Dan termasuk permasalahan yang tidak ada perselisihan diantara ahli ilmu adalah bahwa tidak diperkenankan bagi seorang perempuan berpergian tanpa mahram, jika ditakutkan akan keadaannya, Syaikhul Islam berkata dalam Syarhul Umdah (1/175):”Dan kaum muslimin telah sepakat bahwa tidak diperkenankan berpergian untuknya (perempuan), kecuali dalam kondisi aman dari bahaya”. Yang menjadi perselisihan diantara para ulama adalah pada permasalahan safarnya perempuan tanpa mahram, ketika seorang perempuan merasa aman dan terjaga, seperti ketika berpergian bersama wanita-wanita yang terpercaya dan laki-laki yang amanah.

Maka ulama Al Malikiyah, Asy Syafi’iyah dan satu riwayat dari Ahmad –semoga Allah merahmatinya- berpendapat akan kebolehan seorang perempuan yang berpergian untuk haji wajib bersama teman-temannya yang amanah. Dan sebagian ahli ilmu berpendapat lebih jauh dari itu, Al Baji dari ulama Al Malikiyah ketika menjelaskan syarat teman-teman safar yang amanah dalam kitabnya Al Muntaqa (3/82) berkata :”Dan mungkin yang disebut oleh sebagian sahabat kita hanya berlaku ketika dalam keadaan sendirian atau kelompok berjumlah sedikit, adapun rombongan besar, dan dengan jalan raya umum, yang ramai dan aman, maka menurutku keadaannya seperti di dalam negeri yang terdapat padanya pasar-pasar dan para pedagang, maka kondisinya aman meski tanpa mahram ataupun perempuan, dan pendapat ini telah diriwayatkan pula dari Al Awza’i”.

Dan telah ada beberapa atsar dari para sahabat yang bisa difahami darinya akan bolehnya seorang wanita berpergian tanpa mahram, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla (7/47) dari Ibnu Amru dan Aisyah –semoga Allah meridlainya-, dan termasuk dalil yang menunjukkan akan bolehnya seorang perempuan melaksanakan ibadah haji tanpa mahram, adalah apa yang diriwayatkan dalam shahih Al Bukhari (186) bahwa Umar –semoga Allah meridlainya- memberi izin kepada para isteri Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk mengikuti ibadah haji umar yang terakhir, kemudian beliau mengutus bersama mereka Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.

Dan yang tampak rajih bagiku adalah bahwa jika perjalanannya dalam kondisi aman tanpa ada rasa takut bagi perempuan akan adanya fitnah atau keburukan, maka boleh bagi seorang berpergian tanpa mahram. Dan jika tidak aman dan ditakutkan adanya fitnah dan keburukan maka tidak diperkenankan baginya untuk berpergian. Dan jika kondisinya meragukan, maka memilih jalan selamat tidak dapat berbanding dengan apapun. Wallahu a’lam.

Saudaramu

Khalid Al Muslih

27/11/1424 H

 



×

Apakah Anda benar-benar ingin menghapus item yang sudah Anda kunjungi?

Ya, Hapus