×
العربية english francais русский Deutsch فارسى اندونيسي اردو

Permintaan Formulir Fatwa

Captcha yang salah

Fatwa / Puasa / Apa Itu Puasa Wishal? Apakah Dia Disyariatkan?

Views:3282

Pertanyaan

Apa itu puasa wishal? Apakah dia disyariatkan?

ما هو صوم الوصال؟ وهل هو مشروع؟

Menjawab

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala Rabb semesta alam. Shalawat, salam, dan keberkahan semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarganya, dan para shahabatnya. Amma ba'du:
Dengan memohon taufik kepada Allah Ta'ala kami akan menjawab pertanyaanmu, kami katakan:
Wishal adalah seseorang menyambung puasa hari demi hari. Maksudnya adalah dua hari itu tidak diselah dengan berbuka. Apabila dia selesai dari puasa hari itu, dia tidak berbuka puasa di waktu Maghrib, melainkan melanjutkan puasanya sampai pada hari berikutnya. Itulah yang dimaksud dengan wishal.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melarang puasa wishal dan para shahabat bertanya kepada beliau, dan itu sebagaimana yang disebutkan di dalam Ash-Shahih dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau melakukan puasa wishal." Beliau pun bersabda, "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya aku berada di sisi Rabbku. Dia memberiku makan dan memberiku minum."
Itu berarti bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam diberi pertolongan dengan berbagai macam kekuatan dan beragam pertolongan yang membuatnya tidak membutuhkan makanan dan minuman. Bukan berarti bahwa beliau makan dari surga -sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian pensyarah hadits- atau minum dari surga. Jika keadaannya demikian, maka beliau tidaklah melakukan wishal dan tidak berpuasa. Akan tetapi yang dimaksud oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah bahwa Allah Azza wa Jalla memberikan beliau kekuatan dan pertolongan yang mencukupinya dari makanan dan minuman. Itulah hal yang tidak didapatkan oleh para shahabatnya. Oleh karena itu beliau bersabda, "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian." Maksudnya, dalam hal ini aku tidak perlu diikuti.
Para shahabat Radhiyallahu Anhum menyangka bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang mereka karena merasa kasihan terhadap mereka, sehingga mereka pun tetap melakukan puasa wishal, dan itu terjadi di akhir bulan. Maka beliau pun melakukan puasa wishal bersama mereka selama satu hari, lalu dilanjutkan satu hari lagi sampai beliau melakukan wishal bersama mereka selama dua hari. Kemudian beliau bersabda, "Seandainya hilal terlambat muncul, maka pasti aku akan tambah-kan puasa wishal kepada kalian." Seakan-akan beliau ingin memberi pelajaran untuk mereka. Maksudnya, seakan-akan beliau ingin memberi hukuman kepada mereka karena mereka tidak mau meninggalkan apa yang beliau larang, yaitu meninggalkan puasa wishal yang mereka pertanyakan tentangnya.
Apakah puasa wishal itu disyariatkan? Puasa wishal bukan perkara yang disyariatkan. Oleh karena itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarangnya. Bahkan perkara yang disyariatkan adalah seorang muslim bergegas untuk berbuka puasa, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:"لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ."
"Manusia (kaum muslimin) akan selalu dalam kebaikan selama mereka bersegera buka puasa."
Dan begitu pula dalam makan sahur, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Anas Radhiyallahu Anhu di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:"تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِيْ السَّحُوْرِ بَرَكَةً."
"Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya pada makan sahur terdapat keberkah-an."
Juga di dalam hadits Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhuma, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:"فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ، أَكْلَةُ السَّحَرِ."
"Perbedaan antara puasa kita dan puasa ahli kitab adalah makan sahur."
Oleh karena itu sebagian ulama berpendapat bahwa selain Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam boleh melakukan puasa wishal, akan tetapi bukan menyambung puasa sehari dengan hari berikutnya, melainkan harus berbuka puasa di waktu sahur. Oleh karena itu disebutkan di dalam hadits Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhuma:"فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ، أَكْلَةُ السَّحَرِ."
"Perbedaan antara puasa kita dan puasa ahli kitab adalah makan sahur."
Sehingga apabila seseorang ingin melakukan puasa wishal, maka dia boleh melakukannya, namun dia tidak boleh melampaui batasan itu, yaitu menyambung satu hari dengan hari berikutnya. Dia diperbolehkan menyambung puasanya hanya sampai di waktu sahur.


Topik yang Dilihat

1.
×

Apakah Anda benar-benar ingin menghapus item yang sudah Anda kunjungi?

Ya, Hapus