Apa hukum mendahulukan puasa enam hari dari bulan Syawal sebelum mengqadha puasa?
ما حكم تقديم صيام الست من شوال قبل القضاء؟
Pertanyaan
Apa hukum mendahulukan puasa enam hari dari bulan Syawal sebelum mengqadha puasa?
ما حكم تقديم صيام الست من شوال قبل القضاء؟
Menjawab
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala Rabb semesta alam. Shalawat, salam, dan keberkahan semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarganya, dan para shahabatnya. Amma ba'du:
Dengan memohon taufik kepada Allah Ta'ala kami akan menjawab pertanyaanmu, kami katakan:
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
﴿وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ﴾ [البقرة:185]
Artinya: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu." (QS. Al-Baqarah: 185). Pada ayat yang sebelumnya:
﴿فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ﴾ [البقرة:184]
Artinya: "Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184). Barangsiapa yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka dia wajib mengqadhanya.
Namun, apakah boleh berpuasa tathawwu' sebelum mengqadha puasa? Itu ditinjau secara umum. Karena permasalahan puasa enam hari dari bulan Syawal sebelum mengqadha puasa bercabang dan berasal dari keumuman itu. Jumhur ulama berpendapat bahwa sah berpuasa tathawwu' sebelum mengqadha puasa. Akan tetapi mereka berselisih pendapat. Ada yang berpendapat bahwa perkara tersebut sama selama perkaranya luas, sehingga boleh memulai puasa tathawwu' tanpa ada kemakruhan. Sedangkan mayoritas mereka berpendapat bahwa makruh memulai puasa tathawwu' sebelum mengqadha puasa, karena seyogiyanya seseorang menyibukkan diri dengan qadha puasa karena itu lebih wajib. Ada juga sekelompok ulama yang berpendapat bahwa tidak boleh memulai puasa tathawwu' sebelum mengqadha puasa; dan itu adalah madzhab Imam Ahmad Rahimahullah.
Adapun jumhur ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi'iyah, mereka berpen-dapat sah memulai puasa tathawwu' sebelum mengqadha puasa.
Adapun permasalahan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka ada sebuah hadits dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
«من صام رمضان ثم أتبعه ستاً من شوال كان كصيام الدهر.»
"Barangsiapa yang puasa Ramadhan, lalu mengiringkannya dengan enam hari dari bulan Syawal, maka dia seperti puasa satu tahun penuh." Apakah hadits itu keluar dari pendapat jumhur ulama, yaitu boleh memulai puasa tathawwu'sebelum mengqadha puasa? Sekelompok ulama berpendapat tidak boleh memulai puasa enam hari dari bulan Syawal. Yaitu seseorang tidak mendapatkan keutamaan puasa enam hari dari bulan Syawal kecuali setelah selesai dari mengqadha puasa, bersandarkan kepada sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Lalu mengiringkannya dengan enam hari dari bulan Syawal." Pendapat tersebut dinyatakan oleh sekelompok ulama fikih kalangan Hanabilah dan kalangan Syafi'iyah.
Sekelompok ulama lainnya berpendapat bahwa "lalu" di dalam hadits itu bukan untuk ta'qib yang berarti menyempurnakan seluruh puasa Ramadhan, baik pelaksanaan maupun pengqa-dhaan. Melainkan yang dimaksud adalah bahwa enam hari itu datang setelah puasa Ramadhan untuk penyempurnaan, yaitu penyempurnaan pahala; karena kalimat dahr yang dimaksud disini adalah tahun. Jadi, puasa Ramadhan menandingi puasa sepuluh bulan dan puasa enam hari dari bulan Syawal menandingi puasa dua bulan. Sehingga dengan demikian dia telah puasa dahr yang artinya bahwa seakan-akan dia puasa setahun penuh. Oleh karena itu mereka berkata, "Tidak ada perbedaan antara puasa enam hari dari bulan Syawal sebelum mengqadha puasa atau mengqadha puasa lalu berpuasa enam hari dari bulan Syawal. Karena tujuannya berhasil dicapai."
Selanjutnya, sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Barangsiapa yang puasa Ramadhan." Barangsiapa yang mempuasakan mayoritas Ramadhan dan tidak berpuasa di beberapa hari karena suatu udzur, maka dia tidak disifati bahwa dia tidak puasa Ramadhan. Misalnya, saya puasa Ramadhan, lalu saya safar dan tidak puasa dua hari, apakah saya bisa dikatakan telah puasa Ramadhan atau tidak? Ya, saya bisa dikatakan telah puasa Ramadhan meskipun saya punya tanggungan qadha; karena sesungguhnya itu tidak dapat keluar dari penyifatan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Barangsiapa yang puasa Ramadhan."
Dengan demikian, pendapat yang saya pandang lebih rajih (kuat) dari dua pendapat di atas dan lebih dekat kepada kebenaran adalah boleh puasa enam hari dari bulan Syawal sebelum mengqadha puasa. Pada pendapat itu terdapat kelapangan bagi para wanita yang butuh meng-qadha hari-hari mereka umumnya. Juga terdapat kelapangan bagi orang-orang yang memiliki udzur yang ingin memperoleh keutamaan tersebut namun waktu mereka sempit untuk meng-qadha puasa sebelum puasa enam hari dari bulan Syawal. Akan tetapi dari sisi arahan kami katakan, "Seyogiyanya kita memulai dengan mengqadha puasa. Yaitu lebih afdhal memulai dengan mengqadha puasa lalu puasa enam hari dari bulan Syawal." Akan tetapi jika ada orang berkata, "Saya ingin memulai dengan puasa enam hari dari bulan Syawal." Maka saya tidak punya sandaran dalil yang menghalanginya untuk melakukan hal tersebut. Wallahu a'lam.
See more at: http://www.almosleh.com/ar/index-ar-show-16778.html#sthash.0mGoJH45.dpuf
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala Rabb semesta alam. Shalawat, salam, dan keberkahan semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarganya, dan para shahabatnya. Amma ba'du:
Dengan memohon taufik kepada Allah Ta'ala kami akan menjawab pertanyaanmu, kami katakan:
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
﴿وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ﴾ [البقرة:185]
Artinya: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu." (QS. Al-Baqarah: 185). Pada ayat yang sebelumnya:
﴿فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ﴾ [البقرة:184]
Artinya: "Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184). Barangsiapa yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka dia wajib mengqadhanya.
Namun, apakah boleh berpuasa tathawwu' sebelum mengqadha puasa? Itu ditinjau secara umum. Karena permasalahan puasa enam hari dari bulan Syawal sebelum mengqadha puasa bercabang dan berasal dari keumuman itu. Jumhur ulama berpendapat bahwa sah berpuasa tathawwu' sebelum mengqadha puasa. Akan tetapi mereka berselisih pendapat. Ada yang berpendapat bahwa perkara tersebut sama selama perkaranya luas, sehingga boleh memulai puasa tathawwu' tanpa ada kemakruhan. Sedangkan mayoritas mereka berpendapat bahwa makruh memulai puasa tathawwu' sebelum mengqadha puasa, karena seyogiyanya seseorang menyibukkan diri dengan qadha puasa karena itu lebih wajib. Ada juga sekelompok ulama yang berpendapat bahwa tidak boleh memulai puasa tathawwu' sebelum mengqadha puasa; dan itu adalah madzhab Imam Ahmad Rahimahullah.
Adapun jumhur ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi'iyah, mereka berpen-dapat sah memulai puasa tathawwu' sebelum mengqadha puasa.
Adapun permasalahan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka ada sebuah hadits dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
«من صام رمضان ثم أتبعه ستاً من شوال كان كصيام الدهر.»
"Barangsiapa yang puasa Ramadhan, lalu mengiringkannya dengan enam hari dari bulan Syawal, maka dia seperti puasa satu tahun penuh." Apakah hadits itu keluar dari pendapat jumhur ulama, yaitu boleh memulai puasa tathawwu'sebelum mengqadha puasa? Sekelompok ulama berpendapat tidak boleh memulai puasa enam hari dari bulan Syawal. Yaitu seseorang tidak mendapatkan keutamaan puasa enam hari dari bulan Syawal kecuali setelah selesai dari mengqadha puasa, bersandarkan kepada sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Lalu mengiringkannya dengan enam hari dari bulan Syawal." Pendapat tersebut dinyatakan oleh sekelompok ulama fikih kalangan Hanabilah dan kalangan Syafi'iyah.
Sekelompok ulama lainnya berpendapat bahwa "lalu" di dalam hadits itu bukan untuk ta'qib yang berarti menyempurnakan seluruh puasa Ramadhan, baik pelaksanaan maupun pengqa-dhaan. Melainkan yang dimaksud adalah bahwa enam hari itu datang setelah puasa Ramadhan untuk penyempurnaan, yaitu penyempurnaan pahala; karena kalimat dahr yang dimaksud disini adalah tahun. Jadi, puasa Ramadhan menandingi puasa sepuluh bulan dan puasa enam hari dari bulan Syawal menandingi puasa dua bulan. Sehingga dengan demikian dia telah puasa dahr yang artinya bahwa seakan-akan dia puasa setahun penuh. Oleh karena itu mereka berkata, "Tidak ada perbedaan antara puasa enam hari dari bulan Syawal sebelum mengqadha puasa atau mengqadha puasa lalu berpuasa enam hari dari bulan Syawal. Karena tujuannya berhasil dicapai."
Selanjutnya, sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Barangsiapa yang puasa Ramadhan." Barangsiapa yang mempuasakan mayoritas Ramadhan dan tidak berpuasa di beberapa hari karena suatu udzur, maka dia tidak disifati bahwa dia tidak puasa Ramadhan. Misalnya, saya puasa Ramadhan, lalu saya safar dan tidak puasa dua hari, apakah saya bisa dikatakan telah puasa Ramadhan atau tidak? Ya, saya bisa dikatakan telah puasa Ramadhan meskipun saya punya tanggungan qadha; karena sesungguhnya itu tidak dapat keluar dari penyifatan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Barangsiapa yang puasa Ramadhan."
Dengan demikian, pendapat yang saya pandang lebih rajih (kuat) dari dua pendapat di atas dan lebih dekat kepada kebenaran adalah boleh puasa enam hari dari bulan Syawal sebelum mengqadha puasa. Pada pendapat itu terdapat kelapangan bagi para wanita yang butuh meng-qadha hari-hari mereka umumnya. Juga terdapat kelapangan bagi orang-orang yang memiliki udzur yang ingin memperoleh keutamaan tersebut namun waktu mereka sempit untuk meng-qadha puasa sebelum puasa enam hari dari bulan Syawal. Akan tetapi dari sisi arahan kami katakan, "Seyogiyanya kita memulai dengan mengqadha puasa. Yaitu lebih afdhal memulai dengan mengqadha puasa lalu puasa enam hari dari bulan Syawal." Akan tetapi jika ada orang berkata, "Saya ingin memulai dengan puasa enam hari dari bulan Syawal." Maka saya tidak punya sandaran dalil yang menghalanginya untuk melakukan hal tersebut. Wallahu a'lam.
See more at: http://www.almosleh.com/ar/index-ar-show-16778.html#sthash.0mGoJH45.dpuf